Mlaku - Mlaku Neng Kaki Gunung Lawu
*nahh lohh ada kaki di atas kaki* *apasiihh*
Jadi setelah berkali - kali mudik ke kampung halaman nyokap
- bokap gw di Karanganyar - Solo, Jawa Tengah, dan udah beberapa kali
menginjakan kaki di kaki Gunung Lawu, tapi baru kali ini gw bener -
bener melihat keindahannya yang tiada tara. Yaitu Candi Ceto yang
terletak tepat di bawah kaki Gunung Lawu. Karena destinasi ini mungkin
kurang begitu diminati atau minimnya transportasi serta jaraknya yang
lumayan jauh *ini anabel aja sih* [red: analisis gembel], dibanding destinasi wisata lainnya yang ada di bawah kaki
Gunung Lawu seperti Grojogan Sewu di Tawang Mangu.
Karena berkali - kali gw ke Tawang Mangu, itu selalu dipadati
pengunjung. Perjalanan menuju Tawang Mangu aja menurut gw udah berliku -
liku, meliuk - liuk, sedangkan ke Candi Ceto itu lebih dahsyat lagi
perjalanannya. Dari gapura pintu gerbang utama, gw pikir ngga terlalu
jauh, tapi ternyata eh ternyata ngga sampe - sampe sob!
Setelah setengah perjalanan akhirnya kita tanya dulu ke warga
sekitar, karena takut nyasar. Tapi ternyata jalurnya benar, mereka
bilang 3-5KM lagi juga sampe kok. Oohh okaayy.. Lalu hampir setengah jam
kemudian, masih ngga nyampe - nyampe juga.
Sampai akhirnya tiba - tiba hujan melanda, lumayan deras.
Untungnya kita ketemu warung kopi yang terbuat dari bambu dan kayu di
tengah jalan, bisa neduh sebentar sambil nyeruput minuman hangat. Angin
yang luar biasa kencangnya meniup - niupkan dinding warung yang hanya
dilapisi terpal. Agak ngeri - ngeri syedap, karena posisi warung ada di
pinggir jurang.
menuju areal candi |
Ternyata dari warung tersebut sudah tidak begitu jauh,
tapi medan yang dilalui semakin terjal, kemiringan jalan hampir 45
derajat. Semakin ngeri - ngeri syedap kalo tau - tau kendaraan kita ngga kuat dan mundur ke belakang.
Ketika sampai di area Candi Ceto, dari sana kita bisa melihat seluruh pemandangan yang super hijau dari kebun teh. Kalo kita lihat tuh kayak di bukit teletubies versi asli, versi gedenya. Untuk memasuki areal percandian, kita diwajibkan mengenakan kain sarung kotak - kotak hitam putih seperti yang ada di Bali. Karena memang Candi Ceto ini adalah tempat peribadatan umat Hindu yang masih digunakan hingga saat ini. Sehingga para pengunjung juga diwajibkan menjaga tata krama serta sopan santun. Sesajen pun masih banyak ditempatkan di beberapa areal candi.
Untuk memasuki areal candi, kita dikenakan biaya masuk serta biaya sukarela. Tarifnya ngga mahal kok, sekitar Rp 5.000 - Rp 10.000 kalo ngga salah. Candinya memiliki beberapa tingkatan dan lumayan naik tangganya, huehehe.. Tapi kita bisa istirahat sejenak kalau kelelahan, sambil melihat - lihat arsitektur candi.
Di sana kita bisa melihat bangunan bebatuan dari masa lampau yang dibangun pada tahun 1397 saka atau 1475 Masehi. Di antaranya adalah terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya Majapahit (diduga sebagai lambang Majapahit), dan simbol phallus (penis, alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan tindik (piercing) bertipe ampallang.
Di bagian timur komplek candi utama, terdapat terdapat sebuah bangunan yang pada masa lalu digunakan sebagai tempat
membersihkan diri sebelum melaksanakan upacara ritual peribadahan
(patirtan). Di timur laut bangunan candi, dengan menuruni lereng, ditemukan sebuah kompleks bangunan candi yang kini disebut sebagai Candi Kethek ("Candi Kera"). [Sumber Google]
relief bersimbol phallus |
candi utama |
Di areal pemandian ini lebih sepi dan banyak pohon - pohon yang menjulang, aromanya semakin mistis. Tak berlama - lama, setelah se-cekrek dua-cekrek, kita langsung capcus pulang cyiinn..
Comments
Post a Comment